Politik “Devide et
Impera” Belanda di Sulawesi Selatan
Pada tanggal
20 Maret 1602Belanda mendirikan kongsi dagang VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) di Batavia (Jakarta). Belanda
mulai menanamkan pengaruhnya di Kerajaan Gowa dengan membuka kantor dagang pada
tahun 1607. Kantor dagang Belanda di Gowa di kepalai oleh Claes Leursen. Ia merupakan orang Belanda pertama yang menetap di
Makassar. Kemudian ia membangun loji (gedung) di sebelah utara benteng Makassar
yang diberi nama Staat Vlaardingen.
Pada waktu itu Kerajaan Gowa diperintsh oleh Raja Gowa ke-14, yaitu I-Mangnganrangi Daeng Manrabia dengan
gelar Sultan Alauddin. Mangkubuminya adalah I-Mal-lingkaan Daeng Manyori Karaeng
Katangka yang juga sebagai Raja
Tallo.
setelah Sultan
Alauddin meninggal dunia, beliau digantikan oleh anaknya, yaitu Raja Gowa ke-15
dengan gelar Sultan Malikussaid. Mangkubuminya
adalah I-Mangada’cina Daeng Sitaba
Karaeng Pattingalloang. Sultan Malikussaid meninggal dunia pada tanggal 5
November 1653. Beliau digantikan oleh putranya, yaitu I-Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Manggappe dengan gelar Sultan Hasanuddin.
Sultan
Hasanuddin memerintah kerajaan Gowa dari tanggal 16 November 1653 – 29 Agustus
1669. Pusat kerajaannya tetap berada di Benteng
Somba Opu. Mangkubuminya adalah Karaeng
Karunrung, yang bertempat tinggal di Bontoala.
Selain menghadapi Belanda, kerajaan Gowa juga menghadapi kemelut di dalam
negeri. Beberapa kerajaan kecil, diantaranya kerajaan Bone ingin memisahkan
diri dari Gowa. Penyebabnya adalah politik yang diterapkan kerajaan Gowa untuk
memperluas wilayahnya sampai ke Bone.
Tokoh Bome
yang sangat menentang perluasan wilayah tersebut dan selalu ingin melepaskan
diri dari kerajaan Gowa adalah Aru
Palaka. Ia bersama dengan beberapa raja dari kerajaan-kerajaan kecil
lainnya berusaha melepaskan diri dari Gowa. Akibatnya, timbullah perang besar
antara Gowa dan Bone pada tahun 1660. Dalam perang tersebut, kerajaan Gowa
didukung oleh kerajaan Soppeng.
Perang besar tersebut mengakibatkan Aru Palaka kalah dan menyingkir ke Batavia.
Di Batavia, Aru Palaka mendapat dukungan dari Belanda untuk melawan kerajaan
Gowa. Pada waktu itu kerajaan Gowa dianggap sebagai penghalang bagi Belanda
untuk menguasai monopoli perdagangan di Makassar.
Pada tahun
1655-1669 terjadi perang antara kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan
Hasanuddin melawan VOC. Dalam perang ini, Belanda menjalankan politik adu
domba. Belanda memanfaatkan Aru Palaka yang pada waktu itu sedang menyingkir di
Batavia. Setelah mendapat dukungan dari Belanda, Aru Palaka pulang ke Bone.
Pada tanggal 18 November 1667 benteng
Makassar berhasil direbut oleh VOC sehingga Sultan Hasanuddin mengalami
kekelahan.
Akibat kekalahannya
dari Belanda, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (Het Bongaisch
Vedrag) dengan VOC. Benteng Makassar pun diganti namanya menjadi Fort Rotterdam oleh Admiral Cornrlis Janszoon Speelman. Benteng ini kemudian dijadikan
sebagai pusat pemerintahan militer dan sipil oleh Belanda. Pada tanggal 24 Juni
1669 benteng Somba Opu juga berhasil direbut oleh VOC sehingga pusat
pemerintahan kerajaan Gowa dipindahkan ke benteng
ana’ Gowa ke Taenga, di seberang sungai Jeneberang.
Dengan kekalahan
Gowa tersebut. Perselisihan antara Aru Palaka dengan Gowa berakhir. Kemudian,
Aru Palaka dinobatkan menjadi Raja Bone. Sebaliknya, Sultan Hasanuddin terpaksa
harus mengakui monopoli Belanda. Hubungan antara Bone dan Belanda menjadi
semakin erat. Bahkan, kekuasaan Belanda di Sulawesi Selatan meluas hingga
kerajaan Lamun, Mario, Soppeng, dan WAJO.
Aru Palaka
sering disebut-sebut sebagai tokoh perlawanana rakyat di Sulawesi Selatan. Pada
awalnya, ia berjuang untuk membebaskan kampong halamanannya dari perluasaan
wilayah kerajaan Gowa. Akan tetapi, ia berhasil dihasut oleh Belanda yang ingin
menguasai Sulawesi sehingga ia berpihak kepada Belanda.
Setelah Aru
Palaka meninggal, kerajaan-kerajaan yang berada dibawah kekuasaan Belanda
berusaha melepaskan diri. Pada tahun 1670 Bone berhasil ditundukkan oleh
persekutuan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan yang ingin mengusir Belanda. Meskipun
berhasilmenundukkan Bone, tetapi mereka mengalami kesulitan mengusir Belanda
dari Sulawesi Selatan. Buktinya, kerajaan Wajo yang berusaha menyerang Belanda
di Makassar pada tahun 1710 mengalami kegagalan. Pada tahun 1739 kerajaan Wajo
kembali berusaha mengusir Belanda dengan mendapat bantuan dari kerajaan Gowa.
Akan tetapi, usaha ini pun mengalami kegagalan. Bahkan akhirnya Gowa pun jatuh
ke tangan Belanda.
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda dengan Menggunakan Kata-kata yang Bijak dan Sopan (No Porno, No Iklan, No Spam). Kritik dan Saran yang Membangun Akan Sangat Bermanfaat Bagi Penulis. Terima Kasih.