Mengenali Tari Nusantara

    Berhubung hari ini 30 April merupakan hari tari dunia, maka admin kali ini ngeposting tentang beberapa tarian  Indonesia. Berikut penjelasannya:

1.      MADDUPPA BOSARA
(foto admin bersama teman SMA setelah mementaskan tari maduppa bosara di sekolah)

Tari Madduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk menyambut raja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera. Tarian ini juga sering ditarikan saat menyambut tamu agung,  pesta adat dan pesta perkawinan. Ini menggambarkan bahwa suku Bugis jika ke datangan tamu akan senantiasa menghidangkan bosara sebagai tanda syukur dan penghormatan.
Budaya Bosara merupakan peninggalan budaya khas Sulawesi Selatan dari jaman kerajaan dulu, khususnya kerajaan Gowa dan kerajaan Bone, seiring perkembangan zaman tari ini sudah sering dipertunjukkan  oleh masyarakat suku Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. Tari Madduppa Bosara kini telah dimodernisasi oleh Andi Nurhani Sapada pada tahun 1961.
Pementasan :
1.     Penari dan tempat
Ruangan seluas 6m x 6m untuk sebanyaknya 7 penari yang digunakan dalam pergelaran Tari Bosara.
2.     Property
a.      Bosara
Kata bosara tidak terlepas dari kue-kue tradisional sebagai hal yang saling melengkapi. Bosara merupakan piring khas suku Bugis-Makasar di Sulawesi Selatan. Biasanya Bosara diletakan ditengah meja dalam acara tertentu, terutama dalam acara tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Bosara terbuat dari besi dengan tutupan seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, yang diberi ornament kembang keemasan di  sekelilingnya.
Menyebut Bosara sebenarnya meliputi satu kesatuan yaitu piring, yang diatasnya diberi alas kain rajutan dari wol,  lalu diatasnya diletakan piring sebagai tempat kue dan diberi penutup Bosara. Kue-kue yang  biasanya disajikan dengan menggunakan bosara adalah kue cucur, brongko, kue lapis, biji nangka dan sebagainya, yang umumnya terbuat dari tepung beras. Dan berbagai kue kering seperti banag-banang, umba-umba, rook-roko, dan berbagai macam kue putu. Kue tersebut biasanya disajikan dalam acara-acara adat.
b.     Passio Bosara
c.      Cucuru Bayao
d.     Bannang

3.     Pakaian
a.      Baju bodo
Adalah pakaian tradisional perempuan suku Bugis Makassar, Sulawesi, Indonesia. Baju bodo berbentuk segi empat, biasanya berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Baju bodo juga dikenali sebagai salah satu busana tertua di dunia.
Menurut adat Bugis, setiap warna baju bodo yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia ataupun martabat pemakainya.
Warna
Arti
Jingga
Dipakai oleh anak perempuan berumur 10 tahun.
Jingga dan merah
Dipakai oleh gadis berumur 10-14 tahun.
Merah
Dipakai oleh perempuan berumur 17-25 tahun.
Putih
Dipakai oleh para pembantu dan dukun.
Hijau
Dipakai oleh perempuan bangsawan.
Ungu
Dipakai oleh para janda.
Pakaian ini kerap dipakai untuk acara adat seperti upacara pernikahan.Tetapi kini, baju bodo mulai direvitalisasi melalui acara lainnya seperti lomba menari atau menyambut tamu agung.
Dulu, baju bodo bisa dipakai tanpa penutup payu**ra. Hal ini sudah sempat diperhatikan James Brooke (yang kemudian diangkat sultan Brunei menjadi raja Sarawak) tahun 1840 saat dia mengunjungi istana Bone :
"Perempuan [Bugis] mengenakan pakaian sederhana... Sehelai sarung [menutupi pinggang] hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain muslin (kasa), memperlihatkan payu**ra dan leluk-lekuk dada." Rupanya cara memakai baju bodo ini masih berlaku pada tahun 1930-an.

2.     JARAN KEPANG
Indonesia dengan berbagai macam suku yang telah memberikan kekayaan tak terkira. Hal ini diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. Salah satu kekayaan tersebut adalah tarian daerah. Setiap daerah mempunyai jenis tarian yang berbeda sehingga jika dikumpulkan, maka tarian tersebut adalah kekayaan budaya bangsa.
Jaran kepang adalah salah satu Tarian Daerah yang mempesona. Tarian ini mempesona sebab diiringi oleh tetabuhan yang begitu rancak dan gerakan-gerakan eksotis para penarinya. Gerakan penari begitu ritmis sehingga terjadi sinkronisasi antara musik dan tarian. Dan, tarian daerah ini lebih menarik lagi ketika para pemainnya mengalami ekstrance, kesurupan.
Kesurupan dalam tarian daerah ini merupakan bagian integral dari pertunjukkan yang selalu ditunggu-tunggu para penonton. Pada saat inilah, penari kehilangan kesadaran tetapi masih dapat komunikasi dengan tetabuhan pengiring tarian. Walaupun mereka kehilangan kesadaran, tetapi gerakan tarian mereka tetap rancak. Bahkan, dengan kemampuan diluar kesadarannya, sang penari meminta pengrawit untuk memainkan lagu yang diinginkannya.
Suara kendang yang bertalu
Dalam sebuah tarian daerah, kendang memegang posisi yang sangat penting. Posisi tersebut terkait dengan gerakan-gerakan penari dan kerancakan tetabuhan. Dengan suaranya yang khas, maka kendang seakan seorang komandan yang mengarahkan kemana dan bagaimanamusik harus bertalu-talu. Kadang, musik harus mengalir dengan ritme yang tinggi atau cepat, tapi kadang pelan dan mendayu. Semua itu dibawah kendali kendang.
 Hentakan kaki penari jaran kepang dalam tarian daerah terlihat begitu kokoh, mantap karena suara kendang. Begitu juga ketika gerakan ayunan tangan, terlihat begitu berisi saat suara kendang berbareng dengan ayunan tangan atau selendang dan gerakan kepala.
Kendang memang sangat menentukan kekompakan irama tetabuhan sehingga tanpa kendang, music kehilangan semangat.
Pada setiap kali awal pertunjukkan tarian daerah, khususnya tarian jaran kepang, maka suara kendang adalah sebuah panggilan untuk semua orang. Suara kendang adalah pemberitahuan kepadamasyarakat bahwa pertunjukkan siap digelar.
Semakin keras suara kendang ditabuh, semakin terpikat masyarakat dan ingin segera mendatangi kalangan permainan dan, entah kenapa, semakin banyak penonton mengelilingi kalangan permainan  tarian daerah ini, suara kendang semakin rancak. Apalagi ketika suara terompet terdengar melengking. Suasana magis tercipta dan membius semua orang untuk ikut tenggelam dalam suasana yang penuh semangat.
Bau asap kemenyan yang menggoda
Salah satu hal paling khas dalam pertunjukkan tarian daerah jaran kepang adalah bau kemenyan yang didapat dari proses pembakaran. Butir-butir kemenyan dilemparkan ke dalam bara arang dan dikipas secara terus menerus, maka asap yang membumbung menebarkan aroma kemenyan ke segala penjuru di sekitar kalangan permainan.
 Aroma kemenyan ini merupakan salah satu upaya untuk menciptakan suasana yang lebih magis dalam pertunjukkan tarian daerah ini. Seperti kita ketahui, aroma wangi yang menyebar dari hasil pembakaran kemenyan dapat mendatangkan imej magis di dalam hati. Ketika kita membaui aroma kemenyan, maka secara tidak sadar, bulu kuduk kita meremang, berdiri yang menunjukkan awal ketakutan.
Aroma kemenyan memang identik dengan sesuatu yang magis dan misteri. Dan. Tarian daerah jaran kepang memang identik dengan magis dan misteri. Kita dapat melihat dari kondisi mereka saat menari hingga mengalami ekstrance, kesurupan. Bagaimana seseorang dapat kesurupan? 
Tentunya kita merasa aneh ketika melihat seseorang dapat mengalami "ekstrance" atau kesurupan ini.
Bagi kita ini sesuatu yang tidak masuk akal. Tetapi dalam tarian daerah, khususnya jaran kepang, hal tersebut terjadi secara nyata. Mereka tidak sedang mengada-ada. Segala yang terjadi pada prosesi adalah nyata. Dan. Semua itu melalui media asap kemenyan.
Peranan Babok
Babok adalah seseorang yang dituakan dalam kelompok tarian daerah jaran kepang yang mempunyai tugas untuk menyembuhkan pemain yang sedang ekstrance, kesurupan. Dia bertugas untuk mengembalikan ingatannya dan mengembalikan ‘sesuatu’ yang tadinya mengisi kekosongan jiwa pemain. Untuk hal tersebut, dibutuhkan kemampuan khusus untuk proses penyembuah ini.
Babok biasanya sekaligus adalah pimpinan kelompok tarian daerah jaran kepang. Bahkan, tidak jarang babok adalah pemilik kelompok tarian daerah ini. Babok inilah yang memimpin ritual pada saat pertunjukkan akan di mulai. Dengan menerapkan beberapa mantera, babok ini terus membakar kemenyan dan mengipasinya sehingga aromanya semakin tersebar.
Pada saat merapal manteri inilah, sesungguhnya dia sedang memanggil arwah yang mau membantu kelancaran pertunjukkan. Dan, diakhir pertunjukkan, babok harus mengembalikan arwah tersebut untuk pulang, meninggalkan jasad para pemain yang kesurupan.
Tarian daerah jaran kepang memang benar-benar sebuah tarian yang sangat mempesona. Setiap orang yang menyaksikan pasti mengatakan menarik dan terpesona. Oleh karena itulah, untuk menjaga eksistensinya, maka kita sebagai generasi penerus seharusnya benar-benar menjaga agar tidak terbawa oleh perkembangan jaman.
3.     TARI SERAMPANG DUABELAS
Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya antara tahun 1950-1960 Sebelum bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau; Sinar, 2009: 48).
Sedikitnya ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas. Pertama, nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata “pulau” biasanya bertempo rumba,seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat di antara lagu yang bernama serampang (Sinar, 2009: 48). Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak tarinya yang berjumlah 12, yaitu: pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban, pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih.
Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya.
Seni Budaya Portugis memang mempengaruhi bangsa Melayu, terlihat dari gerak tari tradisionalnya (Folklore) dan irama musik tari yang dinamis, dapat kita lihat dari tarian Serampang XII yang iramanya tari lagu dua. Namun kecepatannya (2/4) digandakan, gerakan kaki yang melompat-lompat dan lenggok badan serta tangan yang lincah persis seperti tarian Portugis. Sebagai seorang penari tentu saya takjub dengan adanya kaitan budaya antara kedua negara ini, dan sebagai puteri Melayu Serdang, dalam khayalan saya bayangkan ketika guru Sauti menari di hadapan Sultan Sulaiman di Istana Kota Galuh Perbaungan. Sungguh betapa cerdas beliau dengan imajinasinya menggabungkan gerak tari Portugis dan Melayu Serdang, sehingga tercipta tari Serampang XII yang terkenal di seluruh dunia itu.
Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya.
Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang Duabelas ternyata berpengaruh positif terhadap perkembangan tarian ini. Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong.

4.     TARI TOROMPIO (SULAWESI TENGAH)
Torompio” adalah ungkapan dalam bahasa Pamona, Sulawesi Tengah. Ungkapan ini terdiri atas dua kata, yakni “toro” yang berarti “berputar” dan “pio” yang berarti “angin”.
Jadi, “torompio” berarti “angin berputar”. Makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah “gelora cinta kasih” yang dilambangkan oleh tarian yang dinamis dengan gerakan berputar-putar bagaikan insan yang sedang dilanda cinta kasih, sehingga tarian ini disebut torompio. 
Pengertian gelora cinta kasih sebenarnya bukan hanya untuk sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, melainkan juga untuk semua kehidupan, seperti: cinta tanah air, cinta sesama umat, cinta kepada tamu-tamu (menghargai tamu-tamu) dan lain sebagainya. Namun, yang lebih menonjol ialah cinta kasih antarsesama remaja atau muda-mudi, sehingga tarian ini lebih dikenal sebagai tarian muda-mudi. Torompio dalam penampilannya sangat ditentukan oleh syair lagu pengiring yang dinyanyikan oleh penari dan pengiring tari.
Tarian ini dahulu ditarikan secara spontan oleh para remaja dengan jumlah yang tidak terbatas dan dipergelarkan di tempat terbuka, seperti halaman rumah atau tempat tertentu yang agak luas. Para penontonnya muda-mudi yang berdiri dan membentuk lingkaran, karena tari ini didominasi oleh komposisi lingkaran dan berbaris.
Peralatan dan Busana
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari torompio diantaranya adalah: (1)ganda (gendang); (2) nonggi (gong); (3) karatu (gendang duduk); dan gitar. Sedangkan, busana yang dikenakan oleh penari perempuan adalah: (1) lemba (blus berlengan pendek yang berhiaskan manik-manik); (2) topi mombulu (rok bersusun); (3) tali bonto(ikat kepala yang terbuat dai teras bambu dibungkus dengan kain merah sebesar 2 sampai 3 jari dan dihias dengan manik-manik; dan (4) kalung yang terbuat dari sejenis tumbuhan siropu atau dari batu. Sedangkan busana dan perlengkapan pada penari laki-laki adalah: (1) baju banjara (baju seperti teluk belanga yang diberi hiasan dari manik-manik); (2) salana (celana panjang yang berhias manik-manik); (3) siga atau destar; dan (4) salempa (kain untuk selempang).
Selain peralatan musik dan busana bagi penarinya, tarian ini diiringi oleh beberapa buah lagu. Salah satu lagu yang dahulu biasa dinyanyikan pada masa Orde Baru adalah laguWati Ndagia. Lagu ini berisi pesan pemerintah untuk menggiatkan pembangunan. Berikut ini adalah terjemahan dari beberapa syair yang dilantunkan:
Tumpah darahku yang kucintai tempat ibu bapaku dan aku dilahirkan. Poso Sulawesi Tengah sangat subur indah permai. Danaunya yang elok indah menawan yang takan kulupakan.
Inilah kami anak-anak dari seberang akan bermain khas daerah kami.
Pada pertemuan ini begitu indah kita bernyanyi, bersyair dengan rasa yang sesungguhnya. Pembangunan negara kita ini telah dirasakan sampai ke pedesaan. Wahai teman-teman, kita seirama dalam pembangunan ini.
Serasi selaras pertemuan kita ini melambangkan persatuan kita. Budaya yang datang dari luar datang di negeri kita dan filter bagi bangsa kita adalah Pancasila.
Ingat wahai kawan, tahun depan adalah pesta nasional kita perlihara keamanannya. Repelita adalah perjuangan bangsa sama kita laksanakan. Hapuskan rongrongan baik dari luar maupun dari dalam. Masyarakat adil dan makmur yang diimpikan bersama, bersatulah dalam perjuangan agar tercapai tujuan ini. Kekuatan adil dan makmur yang diimpikan bersama, bersatulah dalam perjuangan agar tercapai tujuan ini. Kekuatan harapan bangsa melalui kerja keras jeli dalam tindakan agar nyata dan tercapai cita-cita bangsa.
Dengan selesainya permainan ini kami mohon diri sebab pertemuan yang begitu indah membuat kesan yang tak terlupakan. Kalung kenangan akan kutinggalkan sebagai lambang persatuan kita.
Selamat tinggal wahai kawan, jangan lupa pesan pemerintah, sukseskan pembangunan di segala bidang, (baik siang dan malam).
Pertunjukan Tari Torompio
Pertunjukan tari torompio diawali dengan gerakan linggi doe atau panggilan buat para penari. Dalam linggi doe para penari akan masuk ke pentas dari dua arah. Penari pria dari arah kiri dan wanita dari kanan. Selanjutnya, mereka bertemu dalam satu barisan dan kemudian berpisah membentuk satu baris memanjang untuk melakukan gerakan penghormatan. Setelah itu, disusul dengan gerakan mantuju ada. Dalam gerakan ini penari membentuk bulatan besar kemudian bulatan kecil, dengan maksud menyampaikan pesan bahwa mereka anak-seberang akan mempertunjukkan taritorompio.
Setelah introduksi selesai, maka tarian dilanjutkan dengan gerakan masinpanca, yaitu para penari bertemu untuk mencari pasangan masing-masing sambil menyanyikan lagu yang menceritakan indahnya pertemuan tersebut. Kemudian, penari pria akan membuat gerakan-gerakan yang seakan merayu penari wanita. Gerakan ini disebut mencolodi. Dalam mencolodi ini lagu yang dibawakan syairnya menceritakan bahwa pertemuan antara penari pria dan wanita melambangkan persatuan di antara mereka.
Setelah gerakan moncoldi selesai, maka dilanjutkan dengan gerakan mompalakanamo dan mosangko lima.  Pada gerakan mompalakanamo penari dalam posisi berhadapan sambil menyanyikan syair yang menceritakan pertemuan ini sangat indah, berkesan dan tak dapat dilupakan. Sedangkan, gerakan selanjutnya yaitu mosangko lima, penari pria menyematkan seuntai kalung kepada penari wanita dan diteruskan dengan berjabat tangan sebagai ungkapan eratnya persatuan. Kemudian, dilanjutkan dengan ucapan selamat tinggal yang ditandai dengan lambaian tangan. Pada masa Orde Baru, saat melambaikan tangan tersebut digunakan juga untuk menyampaikan pesan pemerintah kepada para penonton, yang berisi tentang ajakan untuk mensukseskan pembangunan di segala bidang.

5.     Tari Pakarena Makassar
Memang tak ada orang yang tahu persis sejarah Pakarena. Tapi dari cerita-cerita lisan yang berkembang, tak diragukan lagi tarian ini adalah ekspresi kesenian rakyat Gowa.
Menurut Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langimengajarkan penghuni linomengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.
 Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya. Meski tarian ini sempat menjadi kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu, ibunda sang Sultan. Demikian juga saat seniman Pakarena ditekan gerakan pemurnian Islam Kahar Muzakar karena dianggap bertentangan dengan Islam.
Namun begitu tragedi ini tidak menyurutkan hati masyarakat untuk menggeluti aktifitas yang menjadi bagian dari hidup dan kehidupan yang menghubungkan diri mereka dengan Yang Kuasa.
Belakangan ini tangan-tangan seniman kota dan birokrat pemerintah daerah (pemda) telah menyulap Pakarena menjadi industri pariwisata. Dengan bantuan tukang seniman standar estetika diciptakan melalui sanggar-sanggar agar bisa dinikmatin orang luar. Untuk mendongkrak pendapatan daerah, alasannya. Sebagian seniman mengikuti standar resmi dan memperoleh fasilitas pemda. Tapi sebagian seniman lain enggan mengikuti karena dianggap tidak sesuai tradisi adat setempat, meski menanggung resiko tidak memperoleh dana pembinaan pemda atau tidak diundang dalam pertunjukan-pertunjukan.
Dg Mile (50 tahun), misalnya. Seniman Pakarena asal desa Kalase’rena, Kec. Barang lompo ini tergolong teguh pendirian. Ia biasanya mencari berbagai cara berkelit untuk tidak menghadiri undangan departemen pariwisata. Kadang beralasan sedang ada acara ritual sendiri di kampungnya atau menghadiri sunatan dan pengantin tetangganya, atau kalau pun tidak bisa menolak maka ia akan menuntut syarat agar teman-temannya tidak terlantar usai pertunjukan.
Cara lain yang agak berbeda ditunjukkan Sirajuddin Bantam. Anrong guru Pakarena dari Gowa ini terang-terangan menolak tampil jika ada pejabat yang mau mendikte tampilan penarinya. Bahkan saat diminta tampil, ia tidak segan mempertanyakan lebih dulu keperluan pertunjukan itu dan sejauh mana menguntungkan teman-temannya. Karena ia tahu ada jenis tarian yang bisa dipertontonkan dan mana yang hanya bisa tampil di acara- acara tertentu. Sirajuddin juga kadang ngibulin pejabat yang menuntut tampilan tertentu dengan tiba-tiba mengubah sendiri skenario tarian di atas panggung.
Sikap yang ditempuh para seniman ini memang bukan tanpa resiko. Mereka harus merawat tradisi Pakarena dengan hidup pas-pasan tanpa bantuan pemerintah. Hanya dengan kreatifitas saja mereka bisa bersaing dengan seniman kota yang menikmati fasilitas dan kesejahteraan jauh di atas rata-rata.
Kecerdikan ini misalnya dipunyai Sirajuddin dan Dg Mile. Sirajuddin mendokumentasikan sendiri tarian Pakarena dan lalu memperkenalkannya ke publik sampai mancanegara. Tentu saja dia dan para seniman kampung yang bersamanya juga mengkreasi Pakarena ini. Tapi ia sungguh menyadari mana tarian yang bisa dikreasi dan mana yang tidak. “Royong yang biasa dipakai ritual, tak perlu ditampilkan. Hanya pakarena Bone Balla yang ditampilkan,” ujar pemilik sanggar tari Sirajuddin ini, sembari menjelaskan bahwa Bone Ballabiasa dipertontonkan kerajaan untuk menyambut para tamu.
Sementara itu, Dg Mile yang juga pemilik sanggar Tabbing Sualia ini lebih memilih tampil sendiri tanpa bergantung sama pemda. Paling banter dia dan kelompoknya hanya mau tampil bila bekerja sama dengan LSM tertentu yang peduli terhadap kesenian rakyat. ”Selama ini saya lebih suka main dengan Latar Nusa ketika mau menampilkan kesenian Pakarena di dalam dan di luar negeri,” kata Dg Mile menyebut nama LSM itu.
Begitulah, rupanya kaum seniman memiliki pengertian beda mengenai Pakarena. Orang macam Dg Mile dan Sirajuddin menyadari, Pakarena yang ”dipasarkan” pemda selama ini cenderung terpisah dari kehidupan, tradisi, dan makna yang diimajinasikan komunitas. Proses itu hanya menguntungkan seniman kelas menengah di kota dan kepentingan tertentu di pemerintahan. Seperti keinginan pemda mengubah pakaian penari tradisi di Sulsel agar sesuai dengan norma agama tertentu.
Jelas ini melahirkan kerisauan. Dg Mile sampai-sampai menjelaskan berulangkali kalau Pakarena tidaklah syirik karena ditujukan kepada Yang Kuasa. Sirajuddin pun meminta agar para agamawan tidak menggunakan syariat yang formalis saja dalam menilai kesenian, tapi menggunakan hakikat atau tarekat. “Jika pemahaman mereka benar, tidak ada kesenian kita yang bertentangan dengan agama,” ujar Sirajuddin, sambil mencontohkan istilahpassili dalam Pakarena yang berarti memerciki para seniman dan peralatannya dengan sejumput air agar membawa keberuntungan, selaras dengan agama. ”Lalu mana lagi yang harus diberi warna atau nuansa agama,” kata Sirajuddin mengakhiri argumentasinya.
Kalau sudah begini, soalnya menjadi tergantung siapa yang menafsir. Kebenaran kembali ada dalam keyakinan para penghayatnya. Bukan elit agama atau birokrasi yang kerap memonopoli makna.
Sikap batinnya hening, penuh kelembutan, dedikatif, itulah kesan yang tersirat dari gemulainya gerakan penari ini. Tari Pakarena yang dibawakan penari ini adalah tarian kas masyarakat Sulawesi Selatan. Setiap penari harus melakukan upacara ritual adat yang disebut jajatang, dengan sesajian berupa beras, kemeyan dan lilin. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kelancaran sepanjang pertunjukan berlangsung.
Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.
Ini dulunya, pada upacara-upacara kerajaan Tari Pakarena ini dipertunjukkan di Istana. Namun dalam perkembangannya, Tari Pakarena ini lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Bagi masyarakat Gowa, keberadaan Tari Pakarena tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mereka sehari-hari.
Kelembutan mendominasi kesan pada tarian ini. Tampak jelas menjadi cermin watak perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama terhadap suami.

Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Padahal tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian.
Sesungguhnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukkan siklus kehidupan manusia.
Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.
Tidak salah kalau seorang penari Pakarena harus mempersiapkan dirinya dengan prima, baik fisik maupun mental. Gerakan monoton dan melelahkan dalam Tari Pakarena, sedikit banyak menyebabkan kaum perempuan di Sulawesi Selatan, tak begitu berminat menarikannya.
Kalaupun banyak yang belajar sejak anak-anak, tidak sedikit pula yang kemudian enggan melanjutkannya saat memasuki jenjang pernikahan. Namun tidak demikian halnya seorang Mak Joppong. Perempuan tua yang kini usianya memasuki 80 tahun ini, adalah seorang pelestari tari klasik Pakarena.
Ia seorang maestro tari khas Sulawesi Selatan ini. Ia seorang empu Pakarena. Mak Joppong sampai sekarang masih bersedia memenuhi undangan. Untuk tampil menarikan Pakarena yang digelutinya sejak usia 10 tahun ini. Disebut-sebut, perempuan inilah yang mampu menarikan Pakarena dengan utuh, lengkap dengan kesakralannya sebagai sebuah tarian yang mengambarkan kelembutan perempuan Gowa.
Mak Joppong tak pernah mau ambil pusing dengan bayaran yang diterimanya. Dedikasi penuh pada tarian ini, membuatnya rela menerima seberapapun besarnya bayaran yang diberikan si pengundang.
Padahal selepas ditinggal suaminya wafat, kehidupannya banyak bergantung pada kesenian yang telah lama diusungnya ini. Namun biasanya, ia menerima bayaran sekitar 500 ribu hingga 1 juta rupiah, untuk tampil semalam suntuk, termasuk biaya sewa pakaian dan alat-alat.
Tubuh yang sudah renta termakan usia. kulit yang semakin keriput sejalan perjalanan hidup, tak membuatnya surut dalam berkarya bersama Tari Pakarena. Bahkan untuk membagi kebisaan yang didapat dari ayahnya ini. Ia sejak tahun 1978, mengajarkan Tari Pakarena kepada para gadis di kampungnya di Desa Kambini, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa.
Di rumahnya, yang merupakan rumah panggung kas Gowa yang disebut Balarate, para gadis melangkah, melengok, mengerakan tangannya mengikuti gerak si empu Pakarena Mak Joppong.
Saat ini ada 6 gadis yang menjadi anak didiknya, dan tak sepeserpun, Mak Joppong memunggut biaya. Tari Mak Joppong amat terasa sedih disaat salah seorang anak didiknya memasuki jenjang pernikahan.
Karena biasanya, usai menikah, anak didiknya tak lagi menekuni Tari Pakarena. Sebuah kebiasaan di Gowa, adalah hal yang tabu dan malu, bila seorang perempuan yang telah menikah tampil di muka umum.
Pandangan umum inilah yang menyebabkan Tari Pakarena seolah hanya selesai sampai di situ. Padahal tidak demikian buat Mak Joppong, Pakarena adalah Tarian sakral yang tidak semua perempuan mampu menarikannya. Ketekunan dan kesabaran menjadi modal utama buat Penari Pakarena. Itulah salah satunya yang dimiliki Mak Joppong hingga kini.
Kini nasib Tari Pakarena seolah hanya bersandar pada Mak Joppong semata. Selain hanya ia yang paham akan seluk beluk tarian ini, ia pula lah yang tetap setia mengusung tari tradisional yang pernah jaya di masa kerajaan Gowa dulu.
Penari Pakarena, begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya. Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Sementara iringan tetabuhan yang disebut Gandrang Pakarena, seolah mengalir sendiri. Hentakannya yang bergemuruh, selintas tak seiring dengan gerakan penari. Gandrang Pakarena, adalah tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.
Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Terang musik Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Ia juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrang atau gendang yang ditabuh bertalu-talu ditimpahi tiupan tuip-tuip atau seruling, para pasrak atau bambu belah dan gong, begitu mengoda penontonya.
Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan 7 orang ini, dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci. Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam musik ini. Irama musik yang dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang. Karena itu, seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia paham akan jenis gerakan Tari Pakarena.
Biasanya selain jenis pukulan untuk menjadi tanda irama musik bagi pemain lainnya, seorang penabuh Gandrang juga mengerakan tubuh terutama kepalanya. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.
Yang pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan tangan.
Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini, begitu berpengaruh kepada penonton. Mereka begitu bersemangat, seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasanya berlangsung semalam suntuk.
Semangat inipula yang membuat para pemain musiknya semakin menjadi. Waktu bergulir, hentakan Gandrang Pakarena terus terdengar. Namun entah sampai kapan Gandrang Pakarena akan terus ada.
Nasibnya amat bergantung pada Tarian Pakarena sendiri yang kini masa depannya seolah hanya berada di tangan Mak Joppong. Muda-mudahan semangatnya tak akan pudar, seiring dengan irama musiknya yang mencerminkan kerasnya lelaki Sulawesi Selatan. 

6.     Tarian Molulo
Molulo adalah tarian pergaulan Suku Tolaki yang dibawakan secara massal sambil bergandengan tangan membentuk lingkaran besar. Filosofi tarian ini adalah ungkapan rasa syukur dari masyarakat atas sesuatu keberhasilan yang dicapai yang sekaligus merupakan ajang pertemuan muda mudi untuk saling menjejaki perasaan adanya benih-benih cinta diantara mereka. Perserta tarian tidak mengenal tingkat dan golongan dalam masyarakat, sehingga tarian ini pula disebut tarian rakyat.
Tarian Molulo dalam perkembangannya hingga sekarang telah menjadi tarian daerah Sulawesi Tenggara yang sangat digandrungi bukan saja oleh masyarakat Tolaki, akan tetapi juga oleh suku-suku lain yang ada di Sulawesi Tenggara. Karena sebagai tarian pergaulan, siapa saja boleh ikut dalam tarian ini, termasuk Anda bila kebetulan berkunjung di Sulawesi Tenggara.
Pada zaman dulu, tarian ini dilakukan pada upacara-upacara adat seperti : pernikahan, pesta panen raya dan upacara pelantikan raja, yang diiringi oleh alat musik pukul yaitu gong. Tarian ini dilakukan oleh pria, wanita, remaja, dan anak-anak yang saling berpegangan tangan, menari mengikuti irama gong sambil membentuk sebuah lingkaran. Gong yang digunakan biasanya terdiri dari 2 macam yang berbeda ukuran dan jenis suara. Saat sekarang utamanaya di daerah perkotaan , gong sebagai alat musik pengiring tarian lulo telah digantikan dengan alat musik modern yaitu “Electone”.

Adapun filosofi tarian “lulo” adalah persahabatan, yang biasa ditujukan kepada muda-mudi suku Tolaki sebagai ajang perkenalan, mencari jodoh, dan mempererat tali persaudaraan. Tarian ini dilakukan dengan posisi saling bergandengan tangan dan membentuk sebuah lingkaran. Peserta tarian ini tidak dibatasi oleh usia maupun golongan, siapa saja boleh turut serta dalam tarian lulo, kaya miskin, tua, muda boleh bahkan jika anda bukan suku Tolaki atau dari negara lain bisa bergabung dalam tarian ini, yang penting adalah bisa mengikuti gerakan tarian ini.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah posisi tangan saat bergandengan tangan, untuk pria posisi telapak tangan di bawah menopang tangan wanita. Posisi tangan ini merupakan simbolisasi dari kedudukan, peran, etika pria dan wanita dalam kehidupan.
Yang terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, yang mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalani kehidupannya.
Seperti filosofi masyarakat Tolaki yang diungkapkan dalam bentuk pepatah samaturu, medulu ronga mepokoaso, yang berarti masyarakat Tolaki dalam menjalani perannya masing-masing selalu bersatu, bekerja sama, saling tolong–menolong dan bantu-membantu.

7.     TARI SAMAN
Tari Saman adalah salah satu tarian daerah Aceh yang paling terkenal saat ini. Tarian ini berasal dari dataran tinggi Gayo. Pada masa lalu, Tari Saman biasanya ditampilkan untuk merayakan peristiwa - peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Pada kenyataannya nama “Saman” diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syech Saman.
Tari Saman biasanya ditampilkan menggunakan iringan alat musik, berupa gendang dan menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah.
Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna.
Tarian ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring.
 Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawak/ditarikan oleh kaum pria, tetapi perkembangan sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
Bagi para penikmat seni tari, Saman menjadi salah satu primadona dalam pertunjukan. Dalam setiap penampilannya, selain menyedot perhatian yang besar juga menyedot para penikmat seni tari. Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak badan, kepala dan posisi badan. Keunikan lainnya terlihat dari posisi duduk para penari dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau ke kanan, ketika syair-syair dilagukan.
Tari ini biasanya dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara laki-laki dan perempuan. Dan tentunya dengan modifikasi gerak lainnya. Saya kadang bertanya bagaimana orang sebanyak itu bisa dengan serentak memainkan tarian yang memiliki kecepatan tinggi? Selain latihan tentunya, pasti ada formasi tertentu dalam meletakkan tiap-tiap penari itu sehingga kerapatan dan keseimbangan tarian terlihat harmonis dan dinamis.
Hampir semua tarian Aceh dilakukan beramai-ramai. Ini memerlukan kerjasama dan saling percaya antara syeikh (pemimpin dalam tarian) dengan para penarinya. Namun apa saja unsur yang membuat tarian ini menjadi begitu indah dalam gerak, irama dan kekompakan tidak banyak kita mengetahuinya.
Sekarang mari kita mulai mengupas unsur pendukung dalam tari saman ini. Mungkin saat kita mengetahui segala aspek yang terdapat dalam tarian ini, kita dapat lebih
Dalam penampilan yang biasa saja (bukan pertandingan) dimana adanya keterbatasan waktu, Saman bisa saja dimainkan oleh 10 - 12 penari, akan tetapi keutuhan Saman setidaknya didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai fungsi sebagai berikut :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
    * Nomor 9 disebut Pengangkat
      Pengangkat adalah tokoh utama (sejenis syekh dalam seudati) titik sentral dalam Saman, yang menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan)
    * Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit
      Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal
    * Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit
      Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi banjar/ bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak.
    * Nomor 1 dan 17 disebut Penupang
      Penupang adalah penari yang paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga berperan menupang/ menahan keutuhan posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga penupang disebut penamat kerpe jejerun (pemegang rumput jejerun). Seakan-akan bertahan memperkokoh kedudukan dengan memgang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sukar di cabut.
Tari saman ditarikan dalam posisi duduk. Termasuk dalam jenis kesenian ratoh duk (tari duduk). Yang kelahirannya erat berkaitan dengan masuk dan berkembangnya agama islam. Dimana posisi penari duduk berlutut, berat badan tertekan kepada kedua telapak kaki. Pola ruang pada tari saman juga terbatas pada level, yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi diatas lutut (Gayo - berlembuku) yang merupakan level paling tinggi, sedang level yang paling rendah adalah apabila penari membungkuk badan kedepan sampai 45o (tungkuk) atau miring kebelakang sampai 60o (langat). Terkadang saat melakukan gerakan tersebut disertai gerakan miring ke kanan atau ke kiri yang disebut singkeh. Ada pula gerak badan dalam posisi duduk melenggang ke kanan-depan atau kiri-belakang (lingang).
Selain posisi duduk dan gerak badan, gerak tangan sangat dominan dalam tari saman. Karena dia berfungsi sebagai gerak sekaligus musik. Ada yang disebut cerkop yaitu kedua tangan berhimpit dan searah. Ada juga cilok, yaitu gerak ujung jari telunjuk seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti garam. Dan tepok yang dilakukan dalam berbagai posisi (horizontal/ bolak-balik/ seperti baling-baling). Gerakan kepala seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat (anguk) dan kepala berputar seperti baling-baling (girek) juga merupakan ragam gerak saman. Kesenyawaan semua unsur inilah yang menambah keindahan dan keharmonisan dalam gerak tari saman.
Karena tari saman di mainkan tanpa alat musik, maka sebagai pengiringnya di gunakan tangan dan badan. Ada beberapa cara untuk mendapatkan bunyi-bunyian tersebut:
   1. Tepukan kedua belah tangan. Ini biasanya bertempo sedang sampai cepat
   2. Pukulan kedua telapak tangan ke dada. Biasanya bertempo cepat
   3. Tepukan sebelah telapak tangan ke dada. Umunya bertempo sedang
   4. Gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan (kertip). Umunya bertempo sedang.
Dan nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Dimana cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :
   1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
   2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.
   3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari     pada bagian tengah tari.
   4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak
   5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.
Dalam setiap pertunjukan semuanya itu di sinergikan sehingga mengahasilkan suatu gerak tarian yang mengagumkan. Jadi kekuatan tari Saman tidak hanya terletak pada syairnya saja namun gerak yang kompak menjadi nilai lebih dalam tarian. Ini boleh terwujud dari kepatuhan para penarinya dalam memainkan perannya masing-masing.
Itulah sekelumit tentang fungsi formasi, jenis gerak, asal musik pengiring serta nyanyian dalam pertunjukan tari Saman. Semoga bermanfaat bagi anda dalam memahami tarian Saman.
Sedikit Sejarah Tari Saman
      Tari ini berasal dari dataran tinggi tanah Gayo. Di ciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman. Pada mulanya tarian ini hanya merupakan permainan rakyat biasa yang disebut Pok Ane. Melihat minat yang besar masyarakat Aceh pada kesenian ini maka oleh Syekh disisipilah dengan syair-syair yang berisi Puji-pujian kepada Allah SWT. Sehingga Saman menjadi media dakwah saat itu. Dahulu latihan Saman dilakukan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau, saat itu bangunan aceh masih bangunan panggung). Sehingga mereka tidak akan ketinggalan untuk shalat berjamaah.

8.     Tari Jaipong
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal
Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah
Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola
gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.
Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Jaipongan sesungguhnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang.
Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
Jaipongan adalah sebuah fenomena menarik dan penting dalam perkembangan khazanah tari Sunda dan itu tak hanya mendasar pada gagasan estetis yang diusungnya, melainkan juga pada bagaimana kemudian tarian ini membuat fenomena tersendiri atas sambutan masyarakat terhadapnya.
Akhir tahun 1970-an sebagai awal kemunculannya Jaipongan langsung menjadi trend yang mencengangkan. Tak hanya menjadi pentas "wajib" di panggung-panggung kawinan di rumah penduduk, atau juga pentas 17 Agustusan, tapi juga bahkan sampai ke pentas yang prestisius. Dari mulai hotel hingga atraksi pertunjukan seremonial besar lainnya, bahkan juga melanglang buana ke berbagai negara sebagai misi kesenian.

3 komentar

semoga generasi muda seperti anda dapat melestarikan budaya kita. khusunya budaya sulawesi selatan. Siri' na pacce Salam dari blogger bantaeng. f4ndhy.blogspot.com

Reply

amiien.. :)
terima kasih..

Reply

jiwa patriot seperti ini yang harus dikembangkan oleh negri ini, ternyata kaum muda diindonesia tidak kalah dengan bangsa lain terutama dalam hal budaya..

Reply

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda dengan Menggunakan Kata-kata yang Bijak dan Sopan (No Porno, No Iklan, No Spam). Kritik dan Saran yang Membangun Akan Sangat Bermanfaat Bagi Penulis. Terima Kasih.